Apa itu desa wisata? Desa wisata adalah desa yang menjadi tempat wisata karena memiliki daya tarik unik yang umumnya mengangkat kearifan lokal. Baik dari segi wisata alam, wisata budaya, hingga wisata hasil buatan manusia.
Nah, pencinta traveling dan lingkungan, apakah kamu tahu tentang desa wisata kampung Merabu dari kabupaten Berau, Kalimantan Timur? Yuk baca fakta menarik tentang keindahan desa wisata kampung Merabu di artikel kali ini.
Deretan Fakta Menarik Tentang Desa Wisata Kampung Merabu
1. Kampung Merabu Menerapkan Konsep Eco Wisata
Kampung wisata yang berlokasi di Kalimantan Timur ini mengusung konsep eco wisata. Menurut Wikipedia, Eco wisata adalah kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Jadi, kegiatan wisatanya mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Dalam mendukung konsep eco wisata ini, pemerintah kabupaten Berau menyerahkan beberapa unit rumah singgah bagi wisatawan dengan konsep eco lodge.
Baca juga: Manfaat Melestarikan Alam
Konsep eco lodge adalah pembangunan akomodasi atau tempat menginap yang menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan. Sejak tahun 2020, sebagai kampung wisata yang berstatus maju, kampung Merabu juga sudah dilengkapi dengan fasilitas internet.
2. Menawarkan Banyak Pilihan Wisata Alam yang Bisa Dikunjungi
Meski harus menempuh waktu sekitar 3 jam perjalanan darat menggunakan roda empat atau menempuh jarak sekitar 130 km dari ibukota Tanjung Redeb, kabupaten Berau.
Rasa lelahmu akan terbayar dengan keindahan wisata alam di tengah hutan dan keramahan masyarakat adat dayak lebo setempat. Karena Merabu punya slogan #MerabuAsik. Asik ini adalah singkatan dari aman, sehat, indah, dan kreatif.
Baca juga: Upaya Menjaga Bumi yang Bisa Dicoba
Di sini kamu bisa menikmati keindahan danau nyandeng, puncak ketepu, gua bloyot, dan gua-gua lainnya di sekitar pegunungan karts. Bahkan kalau kamu punya jiwa mendaki, boleh juga lho mendaki gunung karts.
Sungai nyandeng ini terlihat segar banget lho teman-teman. Airnya berwarna hijau tapi jernih karena sumbernya berasal dari pegunungan karst.
![]() |
Puncak Ketepu, sumber gambar: https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/merabu_asik |
Sebelum tiba di bagian sungai nyandeng yang jernih dan kamu bisa bangun kemah di sana. Sebelumnya kamu perlu naik perahu tradisional dulu. Namanya Ketinting.
Perjalanan sungai ini sekitar 30 menit Setelah masuk ke dalam hutan, kamu akan menemukan pemandangan keren, termasuk fauna kayak orang utan, dan kawan-kawannya. Sehabis naik perahu, lalu dilanjutkan dengan jungle tracking selama 40 menit.
Oh iya, saat berkunjung ke kampung Merabu ini, jangan lupa coba menu makanan khasnya, seperti sayuran pucuk pakis, kecombrang atau jagung, jantung pisang, umbut pisang, pucuk labu, umbut bambu, umbut kelapa dan masih banyak lagi yang lainnya.
Baca juga: Tips Supaya Anak Tanggap Terhadap Bencana Alam
Selain bahan-bahan alami, makanan ini juga disajikan secara higienis pastinya. Warganya sudah dibekali pelatihan khusus.
3. Ada Si Penjaga Hutan yang Pertama Kali Mendirikannya
Dibalik kampung Merabu yang kini menjadi desa atau kampung wisata berbasis eco wisata yang terkenal di kalangan turis lokal maupun internasional.
Kemudian jarak tempuhnya dengan jalanan terjal dan sulit kurang lebih 5 sampai 6 jam yang kini bisa dicapai dalam 3 jam. Ini tidak terlepas dari perjuangan si penjaga hutan sejak tahun 2012.
Eits, penjaga hutan di sini tentu bukan makhluk halus. Beliau seorang pemuda yang menyadari bahwa hutan sebagai tempat tinggal flora dan fauna serta rumah bagi masyarakat adat harus dilestarikan mengingat banyaknya pengalihfungsian hutan untuk perkebunan sawit.
![]() |
sumber gambar: https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/merabu_asik |
Iya, sejak zaman dulu masyarakat adat menggantungkan sumber kehidupan mereka dari hasil hutan dan sungai-sungai di hutan. Mereka biasanya menerapkan mengambil secukupnya makanan dan minuman dari alam.
Di sinilah, sang pemuda ingin jika hutan tropis di Merabu tetap lestari dengan menjadikan sebagian lahannya menjadi eco wisata kampung Merabu. Pemuda itu bernama Franly Aprilano Oley.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim dan Cara Mengatasinya
Siapa Franly Aprilano Oley dan Bagaimana Perjuangannya Mendirikan Desa Wisata Kampung Merabu?
Di sini, saya ingin mengajak teman-teman untuk mengenal lebih jauh tentang si penjaga hutan, Franly Aprilano Oley yang akrab disapa Franly. Franly seorang pemuda pendatang di kampung Merabu pada tahun 2009.
Franly yang merupakan pemuda Sulawesi Utara ini mulanya bekerja sebagai pekerja serabutan (tukang kayu, lansir barang di goa sarang burung wallet, dan lainnya) yang membangun sekolah baru di sana. Franly mulai dikenal banyak masyarakat saat menjadi pemain keyboard di gereja.
Di Merabu juga, Franly menemukan tambatan hatinya, Mariana. Mereka bertunangan di tahun 2010 dan tak lama kemudian menikah.
Di tahun yang sama, karena keterbatasan SDM di Sekolah Dasar Negeri 010 Berau, Franly yang lulusan Jurusan Tata Busana SMK I Tondano dimintai tolong untuk menjadi guru bahasa Inggris tidak tetap.
Akan tetapi di saat-saat tertentu, beliau terkadang menjadi guru mata pelajaran lain. Bahkan dari kelas satu sampai kelas enam.
![]() |
sumber gambar: https://www.jawapos.com/ |
Awal Mula Terpilih Sebagai Kepala Kampung Merabu di Usia Muda
Pada tahun 2011, ada pencalonan kepala kampung (kepala desa) di Merabu. Terdapat 2 calon kepala desa. Namun, salah satu kandidatnya tidak memenuhi kualifikasi.
Karena dalam masyarakat adat dayak lebo tidak memperbolehkan calon tunggal, maka setelah tiga bulan tidak berhasil menemukan kandidat yang persyaratannya sesuai. Pak Asrani, kepala desa sebelumnya menujuk Franly sebagai kandidat kepala kampung juga dan memang memenuhi kualifikasi.
Secara tidak terduga, beliau menungguli kandidat lawan karena banyak masyarakat yang memilihnya. Franly Aprilano Oley akhirnya terpilih sebagai kepala kampung Merabu di usia 22 tahun.
Berangkat dari kepercayaan yang diberikan masyarakat terhadap seorang pendatang, beliau memulai program kerjanya di awal tahun 2012.
![]() |
sumber gambar: https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/merabu_asik |
Perjuangan Si Penjaga Hutan Membangun Desa Wisata Merabu
Apa yang dilakukan Franly? Selama satu tahun menjabat, beliau mempelajari berbagai sistem birokrasi dari mantan kepala kampung sebelumnya. Juga berusaha membangun komunikasi yang intens dengan warga.
Di tahun 2012 juga, Franly bersama tim kerjanya mulai memetakan wilayah dan menggali semua potensi alam yang ada di Merabu.
Beliau juga berdiskusi secara intens dengan tim TNC (The Nature Conservacy) yang sejak lama menjadi pendamping masyarakat kampung Merabu.
Franly menyadari kalau Merabu adalah daerah yang kaya dengan kekayaan alamnya. Hanya saja yang warga sadari hanya madu, rotan, dan burung wallet saja yang bisa menghasilkan uang.
![]() |
sumber gambar: https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/merabu_asik |
Pada dasarnya lahan di Merabu luasnya mencapai 22.000 hektar hutan tropis. Di tahun 2012, Franly mengusulkan 10 ribu hektare kawasan hutan di Merabu dijadikan hutan lindung.
Usulan tersebut dikabulkan pada 2014 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Nah, sebanyak 8245 hektar kawasan hutan lindung dijadikan eco wisata.
Untuk menjadikan kawasan hutan lindung sebagai desa eco wisata, Franly membentuk lembaga desa Kerima Puri yang kini menjadi badan usaha milik desa. Tugasnya mengelola hutan desa. Mulanya hanya 50 persen masyarakat yang ikut bergerak membangun kampung wisata ini.
Namun, ketika lonjakan wisatawan semakin meningkat di tahun 2016 hingga 2017, seluruh masyarakat Merabu akhirnya bergerak semua. Masalah sampah dan kebersihan lingkungan juga sangat diperhatikan.
Prestasi yang Berhasil Diraih Franly Aprilano Oley
Selama menjabat sebagai kepala kampung, Franly benar-benar berkomitmen dalam menjaga kelestarian hutan di Merabu. Kampung Merabu menduduki peringkat kedua dalam hal pengelolaan hutan adat. Penghargaan ini diterima dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016.
Selesai sampai di situ? Tidak. Franly sering diundang sebagai pembicara di berbagai forum lingkungan di Jakarta. Terutama yang berfokus pada pengelolaan hutan.
Pada bulan November 2016 beliau juga diundang sebagai pembicara dalam forum internasional tentang pengelolaan hutan adat dan perubahan iklim. Forum tersebut diadakan di Marrakesh, Maroko.
Berkat prestasinya yang menginspirasi dalam membangun kampung Merabu menjadi dikenal sebagai eco wisata hingga ke mancanegara, Franly juga mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards dari Astra Internasional. Penghargaan ini diraihnya pada tahun 2018, di usianya yang ke 28 tahun.
![]() |
sumber: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023 |
Kesimpulan
Setiap daerah dan setiap manusia pada dasarnya memiliki kelebihan dan potensi yang jika dimaksimalkan akan mendapatkan hasil terbaik. Sama seperti yang dilakukan oleh Franly Aprilano Oley beserta pemuda pemudi Indonesia lainnya yang tersebar di seluruh negeri.
Selain itu, melihat dedikasi Franly sebagai si penjaga hutan yang kini tak lagi menjabat sebagai kepala desa wisata kampung merbabu, namun tetap memberikan dukungan penuh dalam melestarikan lingkungan.
Sebenarnya hutan lain di Indonesia juga bisa dijaga kelestariannya dengan berbagai cara supaya paru-paru dunia dan lahan hijau tidak rusak.