Seperti judul album Peterpan “Sebuah Nama Sebuah Cerita”. Dan setiap manusia yang hidup di bumi pasti punya nama. Iya kan? Termasuk kamu, iya kamu … kamu yang terpaksa baca blog aku. Ngoahaha. Nama adalah sebuah identitas untuk membedakan antara si A dan si B. Dari mulai nama yang menunjukan asal daerah atau sukunya sampai nama yang internasional … Yang aku mah apa atuh suka susah melafalkannya kaya Michael, Peter, Christine, George, Edward, Stuart, Britney, Justin. Dari nama yang pendek sampai panjang kayak gerbong kereta api. Meskipun kadang-kadang nama yang kita miliki bisa sama depan, tengah, belakang bahkan seluruhnya sama dengan nama orang lain.
Katanya, nama itu adalah do’a dan harapan dari orangtua kita. Seperti halnya orangtuaku yang berharap anaknya bisa memiliki prestasi dan kehidupan yang gemilang. Nyatanya aku malah mengecewakan mereka karena tak selalu gemilang (susah dapet kerjaan yang cocok). Oh ya … Perkenalkan, namaku Gilang Maulani. Perempuan yang lahir di Bandung hari senin jam lima pagi tanggal 23 bulan Agustus tahun 1993 (udah tua) Agustus nanti dua puluh dua tahun. Nggak kerasa cepet banget tuanya. Padahal masih kepengen jadi anak-anak. Bisa ketawa lepas, nangis puas, dan nggak punya beban hidup.
Dari kecil sampai kelas enam SD aku nggak pernah protes atau bermasalah dengan nama ini. Malah temen-temen, sodara dan tetangga lebih seneng manggil “Enggi,” paling kalau yang nggak bisa bilang “Eng,” kepelesetnya jadi “Anggi.” Tapi aku seneng dikasih nama dari huruf “G,” huruf yang jarang digunakan sebagai huruf awal sebuah nama.
Saat memasuki kelas tujuh atau 1 SMP barulah namaku itu mulai bermasalah. Pas ngabsen di kelas, pak guru ataupun bu guru pasti liatnya ke barisan cowok. Dan kebingungan pas yang ngangkat tangannya seorang cewek. Parahnya di buku SPP namaku tertulis jadi Gilang Maulana. Kyaaa aku nggak terima, ya jadinya protes. Maklum itu nama kan udah di bubur bereum bubur bodas … Sayang kan kalau salah. Dan yang paling horror dan kelam itu adalah saat UAS yang digabung sama kelas delapan. Katanya biar nggak nyontek. Shock dong pas liat namaku terdaftar berjenis laki-laki. Sakitnya tuh di sini, di hatiku. Malunya tuh pake banget saat si Aa yang duduk di sebelah aku mengira partner ujiannya adalah cowok.
Kelas sepuluh alias kelas satu SMA, eh SMK. Yaa aku kan emang lanjut ke SMK yang dulu statusnya STM yang mayoritas penghuninya cowok. Soal absen ya masih berlanjut, selalu begitu. Pas pelajaran olahraga di kelompokannya sebagai cowok itu rasanya nyesek sekali. Daan yang paling penting itu sebel banget sama cowok yang protes soal namaku ini. Beginilah kira-kira ilustrasinya :
X : (senyum) “Hei, boleh kenalan nggak?”
Aku : (senyum juga sambil muka merah kayak kepiting rebus, maklum aku kan pemalu. Suka nervous kalau deket cowok) “Boleh!”
X : “Nama kamu siapa?”
Aku : “Gilang!”
X : (kebingungan sambil melotot untung nggak nganga) “Ah masa namanya Gilang? Serius dong!”
Aku : (merengut, syedih) “Serius!” (ngotot)
X : “Masa cewek namanya Gilang? Nggak percaya ah!”
Aku : “Emang Gilang! G-I-L-A-N-G, GILANG!” (ngeja nama sendiri, udah capek ngejelasin)
X : “Nggak percaya ah!” (ulangnya)
Aku : “Ya udah kalau nggak percaya!” (dongkol) dalem hati (ngomong aja sama tembok sana!)
X : “Bilang dong sama orangtua kamu, masa cewek namanya Gilang. Diganti gitu jadi Anggi atau Gina atau apa?”
Aku : (makin dongkol) “Bilang aja sendiri!” dalem hati (hello siapa kamu baru kenalan udah nyuruh-nyuruh ganti nama?!)
Aku : “Kenapa ngasih namanya Gilang?”
Mama : “Biar kuat kayak cowok! (Nyatanya cengeng).
Aku : “Itu aja?”
Mama : “Biar panggilannya Engga sama Enggi (kenyataaannya sekarang Mama manggil Ugiw) kan Galih sama Gilang.
Aku : “Tapi kan sering disangka cowok! Terus kenapa belakangnya Maulani? Kesannya niru nama belakang anak tetangga!”
Mama : “Kan lahirnya bulan mulud, tadinya mau dikasih nama belakang Maulida, tapi bapak bilang aneh jadinya Maulani.
Aku : (tercengang) “Padahal bagusan Maulida!” dalem hati (seenggaknya nggak akan jadi Maulido atau Maulide atau Maulidi)
Y : “Ini nama facebook pake nama pacarnya, ya?”
Aku : “????”
Ada lagi begini :
Y : “Itu foto profil pake foto pacarnya ya?”
Aku : “Itu foto aku sendiri!”
Y : “Loh, jadi Gilang ini cewek?”
Aku : “Iiya!”
Y : “Kirain cowok!
Kartu ujian PMP di POLMAN Bandung, namaku juga berubah jadi Gilang Maulana. Gak bisa protes kecuali kalau nanti diterima. Masalahnya gak keterima jadi sudahlah. Tinggal kenangan …
Soal e-mail, nah yang satu ini pastilah dapetnya dipanggil “Mr.” Nasib-nasib. Untungnya nggak punya pacar eh mantan yang namanya sama “Gilang.” Tapi menarik juga kalau namanya samaan. Pas dipanggil nengok dua-duanya. Semacam di film Jepang “Love For Beginners,” Tsubaki sama Tsubaki. Dan kalau nanti nikah terus punya keturunan di namain Gilang juga. Tapi itu cuma khayalan aja, nggak akan nyata kalau jodohku kelak bukan yang bernama Gilang.
Oh iya, pas kebetulan kerja di Garut aku hobi banget transfer deposit pulsa via bank BNI. Dan kebetulan hari itu kebagian tellernya cowok. Dan apa yang terjadi? Aku nyebutin nomor rekening sendiri, dan pas si Aa tellernya nanya pengirimnya atas nama siapa. Atas nama Gilang aku bilang. Dia bilang gini : “Serius namanya Gilang?” Aku jawab “Iya!” Dia bilang “Nggak percaya ah, mana buktinya?” Aku kasih liat aja tuh KTM bertuliskan nama Gilang Maulani dengan fotoku yang super jadul. Dia senyum “Dikira cowok loh di sininya juga “sdr” alias saudara bukan saudari. Aku cuma bisa senyum ngenes dan besoknya terulang lagi setiap kebagian tellernya Aa yang itu.
Ada juga yang memang dari pengirimnya ditulis Bapak pake capslock pula. Aku usul sama mama sepertinya di depan namanya harus dikasih Eneng, Neng. Dan Mama malah bilang pakai Nyai aja
Oke, itulah sekilas tentang namaku, bagaimana dengan namamu?
maafkeun saya tertawa membaca ini coach.. hehehe 😀