Aku tidak pernah mengerti bagaimana perasaanku tetap berubah. Padahal, aku sudah berjanji pada diriku untuk tak mudah jatuh hati.
Karena aku tahu, dan sudah terlalu sering merasakannya di tahun-tahun sebelumnya.
Mudah jatuh hati, besoknya akupun mengalami patah hati.
Karena saat jatuh hati aku terlalu sering berharap. Terlalu mudah merasa senang, bahkan hanya untuk sekadar perhatian-perhatian kecil yang diberikan …
Oleh kamu,
yang kehadirannya serupa hujan di tengah kemarau panjang tahun ini.
Sungguh tak terduga!
Terkadang hadir memberikan rasa tenang dan senang. Namun terkadang menghilang beberapa saat hingga menimbulkan perasaan rindu yang entah bagaimana aku menjelaskannya.
Rindu?
Iya, sepertinya begitu …
Perhatianmu, suaramu … begitu deras layaknya hujan yang kini mengalir di kepalaku.
Ya, aku sedang berusaha mencernanya dengan logikaku.
Untuk memberi tahu pada hatiku agar aku selalu waspada.
Waspada pada hujan yang ketika dia datang secara tiba-tiba.
Maka dia pun bisa pergi tanpa aba-aba.
Pun denganmu …
Tapi tetap saja, saat perasaan ini hadir. Terkadang perasaan lebih banyak mendominasi daripada logika. Jadi, inilah pandanganku terhadap kamu.
Kamu …
yang sering membuat pipiku terasa memanas entah karena apa.
Kamu …
yang membuatku merasa, ada yang mengkhawatirkanku, padahal mungkin aku yang terlalu berlebihan dalam berpikir.
Terlalu keegeran dengan segala bentuk perhatianmu.
Aku sungguh tak pernah tahu sampai kapan perasaan ini akan bertahan.
Karena aku juga tak pernah tahu apakah kamu benar nyata atau sekelebat bayangan yang tersesat dan pada akhirnya menemukan jalan untuk pergi.
Yang ku tahu, mungkin saat kamu menghilang nanti, setidaknya akan menimbulkan tak hanya kenangan tapi juga genangan, layaknya hujan.
Ya, layaknya hujan …
Yang tak bisa ditebak kapan dia akan datang, kapan dia akan kembali turun …
Pun kamu …
Aku tidak pernah tahu, tidak bisa menebaknya.
Apakah saat kamu pergi nanti kamu akan kembali atau menghilang selamanya.