Aku sungguh tak pernah suka dengan kata kehilangan. Karena kehilangan tak hanya menimbulkan genangan tapi juga kenangan yang tak pernah habis berputar dalam pikiranku. Hingga akhirnya bayangan-bayangan betapa menyenangkannya saat bersamamu datang silih berganti. Saat itu terjadi, maka bulir-bulir bening itu kembali meluncur di pipi. Lolos begitu saja tanpa bisa kutahan.
Awal tahun ini aku kehilangan Jibo, yang merupakan kakak laki-lakimu. Jibo memiliki bulu dengan warna yang sama denganmu. Bagiku, dia teman yang menyenangkan. Ah tidak, bagiku semua kucing yang ada di rumah itu menyenangkan. Hanya saja, anak kucing jauh lebih menyenangkan karena masih bisa diajak bercanda. Masih betah dipangku-pangku, masih betah di rumah dan menemani keseharianku. Maka dari itu ketika pertangahan tahun ini aku mendapati kamu terlahir ke muka bumi. Aku bahagia. Aku punya teman baru. Tambahan semangat baru untuk menjalani hari.
Kamu kuberi nama Gana. Namun kadang kalanya kami memanggilmu Nana. Kamu seorang anak kucing betina yang bertubuh lentur, dan berekor panjang. Sangat berbeda dengan kucing-kucing betina yang pernah kami miliki. Yang sama hanyalah saat bercanda. Kamu tak bisa membedakan kapan harus mengeluarkan kuku dan kapan tidak. Akhirnya saat bercanda atau bermain denganmu, selalu saja menimbulkan luka gores di bagian tubuh kami.
Dear Gana, selama enam bulan ini aku sangat terhibur dengan keberadaanmu. Kamu yang belajar pipis di closet tanpa kami ajari sungguh membuat kami bangga dan senang. Kamu yang selalu menemaniku saat tak ada orang di rumah. Yang eongannya sungguh tak mirip dengan kucing pada umumnya. Kamu paling senang jika sudah menemukan kardus kosong lalu meringkuk tidur di dalam sana.
Dear Gana yang beberapa minggu terakhir memilih tidur bersamaku di banding ibu. Terima kasih selalu membangunkanku kala memasuki waktu subuh. Kamu terbaik, tak pernah kehabisan cara untuk membuatku bangun. Aku tak pernah menduga jika malam senin kemarin akan menjadi malam terakhir kamu tidur bersamaku. Menampar pipiku pelan saat tubuhmu menggeliat dan meninggalkan bekas cakaran pada tangan saat kamu berusaha menangkap seekor nyamuk.
Aku akan selalu ingat setiap kali aku akan pergi ke luar rumah menggunakan sepeda motor, kamu akan naik di atas joknya. Berdiam di sana seolah tidak mengijinkanku pergi. Jika tak berhasil, maka kamu akan menghalangiku di depan pintu. Kamu sulit untuk diminta pergi kecuali aku menyalakan sepeda motornya. Ya, kamu hanya takut saat rangkaian besi itu mulai bersuara.
Entah kenapa selama beberapa hari terakhir kamu terlihat sangat lucu dan senang bermanja-manja entah padaku atau pada ibu. Tidak ada tanda-tanda kamu akan pergi pada siang itu. Di saat kami semua tak ada di rumah. Aku tak pernah membayangkan akan disambut pulang olehmu yang tak lagi bernapas, tak bernyawa.
Rasanya seperti mimpi buruk saat aku turun dari ojek. Melangkah menuju rumah. Tepat di depan pintu ibu memangkumu dan berkata : “Ugiw, da si Gana teh mati. Padahal tadi masih mama kasih makan siang sebelum mama kembali ke sekolah.” Aku berusaha untuk tidak menangis. Sungguh berusaha keras untuk hal itu. Aku mendekatimu, mengusap-ngusap kepalamu. Kamu yang sudah tertidur pulas dan ku tahu tak akan pernah bangun lagi.
Abah yang pertama kali menemukanmu saat pulang. Kamu sudah tergeletak di tanah dengan mata terpejam, tak bernapas. Tidak ada tanda-tanda keracunan seperti Jibo yang mulutnya berlendir dan berbusa di hari terakhirnya. Tidak ada tanda-tanda luka atau darah karena tertabrak. Lalu kamu kenapa …
Kenapa kamu pergi begitu cepat meninggalkanku di tahun yang sama di mana aku kehilangan Jibo. Kamu menjadi penutup tahun 2019 yang membuatku terluka, berduka. Aku kehilangan teman, kehilangan adik. Ya, bagiku kamu sudah seperti seorang adik yang selalu mengikutiku. Aku bahkan harus beberapa kali memotretmu agar kamu tak mengangguku saat mengambil beberapa foto produk. Ya, ada kalanya kamu benci untuk dipotret hingga memutuskan untuk pergi.
Gana, terima kasih sudah hadir dalam kehidupan kami, terutama dalam hidupku. Meskipun ini terlalu singkat, rasanya aku tak rela kehilanganmu. Gana, terima kasih telah memberikan penghiburan dan semangat untukku di tahun yang bagiku sungguh seperti menaiki roaller coaster. Berliku, menengangkan. Aku sungguh menyayangimu dan tak pernah membayangkanmu akan pergi begitu cepat dari hidupku.
Maafkan aku yang masih menangis kala melihat tempat-tempat di mana biasanya kamu berada. Maaf jika sebelum tidur aku selalu menengok ke arah pintu dan berharap kamu kembali mendatangiku. Terima kasih juga telah membuatku semakin sadar bahwa usia tak pernah ada yang tahu. Bisa saja setelah menulis ini untukmu, aku justru kehilangan diriku sendiri. Ya, aku juga tak pernah tahu sampai kapan aku akan berada di dunia ini. Aku sayang kamu selalu.
Aku akan merindukan saat-saat melihatmu berlari lincah ke sana-kemari. Sangat cepat hingga sulit dikejar. Aku akan merindukan saat-saat di mana kamu menarik-narik earphoneku saat sedang berbincang dengan seseorang pada malam hari. Aku tahu, sepertinya kamu memintaku untuk segera tidur. Aku akan rindu bagaimana kamu meminta agar cepat diberikan makanan. Tanganmu berusaha meraih piringnya. Aku juga akan rindu segala sesuatu yang menyangkut tentang dirimu.