Pertama kali mengenal alat bernama modem itu sekitar tahun 2009, saat dibelikan seperangkat komputer oleh mama. Mereknya vodafone, jaringannya GSM dan dibelikan oleh kakak. Harganya masih cukup mahal saat itu, sekitar Rp. 850.000,- Kartunya memakai indosat im2, paketnya seharga Rp. 150.000.- Koneksinya lumayan cepat tapi jaringan kurang stabil. Maklum tinggal di pedesaan.
Modemnya dilengkapi kabel tambahan, lumayan untuk mencari sinyal yang lebih baik. Modem ini hanya terpakai selama enam bulan saja dikarenakan signal yang tiba-tiba hilang. Diganti sim card lain pun hasilnya tetap nihil, menarik kesimpulan bahwa si modemnya rusak. Akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka kembali jadi pelanggan warnet.
2011, awal masuk dunia perkuliahan. Si modem yang kukira rusak ternyata bisa kembali digunakan walaupun lemot. Yang lemot mungkin efek dari jaringan sim cardnya. Tapi tidak bertahan lama, hanya satu bulan saja. Si modem akhirnya benar-benar rusak. Baru dicolokan ke laptop langsung panas.
2012, Yup, pertamakali punya laptop dan akhirnya diberikan dana untuk membeli modem dari kakak. Aku memutuskan membeli modem GSM lagi, dengan pertimbangan supaya bisa dipakai di rumah juga. Kebetulan saat masuk BEC langsung disambut stand Indosat. Harganya Rp. 250.000.- plus bonus sim card mentari dan kuota selama dua bulan.
Etapi di tempat kost kurang berguna karena signal indosat agak-agak timbul tenggelam. Akhirnya diganti sim card xl yang kebetulan ada paketan unlimited dan murah. Ngebut banget internetannya, bisa streaming dan download suka-suka. Tapi semakin lama paketnya semakin mahal dan tidak unlimited lagi.
Dikarenakan tergiur melihat koneksi internetnya Apri menggunakan Aha, akhirnya memutuskan untuk membeli Esia-Max yang kebetulan harganya murah meriah Rp. 99.000,- Nah seharusnya Esia-Max itu modemnya berwarna hitam etapi aku malah dapat aha my tv di dalamnya plus sim card esia.
Tapi hanya bertahan dua bulan. Signal Esia di daerah Sarijadi hilang, katanya sih sedang perbaikan. Tapi berbulan-bulan signalnya tetap buruk. Timbul tenggelam. Sampai-sampai harus pergi ke warnet untuk browsing. Padahal warnet di Sarijadi itu jarang dan sering penuh.
Berhubung si aha signalnya tetap begitu, jadilah balik ke modem indosat dan kembali menggunakan kartu xl, dengan paket kuota yang cukup mahal. Lambat laun si modem mulai penyakitan. Sering terkena demam alias panas. Suka terputus sendiri bahkan restart. Mulailah aku curhat pada kakak.
Aku : “Aa, modemna ciga nu tipayun deui, panas.” (Kak, modemnya kayak yang dulu lagi, panas)
Aa : “Saur rerencangan aa mah bulen ku elap baseuh giw.” (Kata temen aa balut sama lap basah)
Aku : “Atuh koslet a modemna ka caian mah?” (Bakal koslet a modemnya kena kalau kena air)
Aa : “Nya di pereut heula atuh giw caina.” (Ya di peres dulu airnya)
Aku : “Oh, oke urang cobian.” (Oke mau dicoba)
Walaupun sedikit khawatir kalau modemnya malah rusak parah, tapi akhirnya dicoba juga. Karena teman kakak yang merekomendasikan hal itu adalah orang yang pinter soal komputer dan tek-tek bengeknya. Berhubung di tempat kost cuma ada lap pel yang pastinya terlalu besar, akhirnya aku memutuskan untuk menggantinya dengan tissue basah non alcohol. Sempat mikir juga sih mungkin yang dimaksud lap itu sapu tangan. Modem kan ukurannya kecil, masa iya dikasih lap pel.
Pertama-tama sediakan modem berisi sim card dan selembar tissue basah non alcohol. Pastikan modemnya tertutup rapat.
Mulailah membungkus menggunakan tissue basah, jangan sampai kena portnya, nanti koslet.
Nah efeknya ternyata sangat membantu. Kalau biasanya browsing tiga jam atau lebih modemnya langsung panas dan restart sendiri. Setelah menggunakan cara ekstream ini modem tetap dalam keadaan dingin dan anteng sementara tissuenya kering kerontang. Selain itu memakai kabel tambahan juga.
Itulah caraku supaya modem tidak demam. Modemnya di kompres. Mungkin ada yang tahu cara lain yang lebih aman untuk mengatasi modem yang terserang demam?