Cinta monyet, cinta yang katanya nggak serius, cuma main-main. Tapi nyatanya aku masih penasaran dengan kebenaran kalimat dari temanmu, dulu. Saat aku dan kamu berada di kelas yang sama. Kelas delapan, delapan B lebih tepatnya. Kelas yang paling terkenal tahun 2006-2007 di kalangan guru-guru apalagi guru BP yang mirip jelangkung, datang tak dijemput pulang tak diantar.
Kamu, yang kuakui sebagai cinta pertama yang tak bisa termiliki. Yang diam-diam kuperhatikan setiap kali ada kesempatan. Tahukah kamu, semua perasaan suka dan cinta yang dinamakan cinta monyet itu berawal dari sebuah pertemuan pertama yang menyebalkan saat tes tulis ujian masuk SMP. Ya, kamu yang duduk disampingku dan tidak mau meminjamkan penghapusmu barang sebentar saja membuatku membenci dirimu. Dan hadiah dari membenci adalah, aku mengingatmu setiap waktu hingga perasaan itu berubah menjadi perasaan aneh. Sebut saja cinta, cinta monyet.
Dan aku tak pernah menduga ataupun berharap berada di kelas yang sama denganmu. Tapi sistem acak kelas saat naik ke kelas delapan, membuatku kembali satu ruangan denganmu. Kamu yang selalu sebangku dengan si paling jail di kelas. Dan paling suka meja yang berhadapan, tepat dengan meja guru. Anugerah untuk aku, yang bisa memandangimu dari jauh dengan leluasa. Dan setiap mengumpulkan tugas matematika, aku bisa berdiri di samping tempat dudukmu untuk beberapa menit. Kamu dan aku pun pernah berkali-kali satu kelompok. Dan sikapmu seperti pertama kali aku dan kamu bertemu, ketus, judes, jutek. Herannya aku tetap menyukaimu.
Hari itu pelajaran Biologi, aku yang tengah fokus menyalin apa yang pak Iwan tulis di papan tulis mendengar bisikan temanmu dari jarak yang jauh itu. “Gilang, si x suka sama kamu!” katanya sembari menunjukmu. Ini apa telinga sama penglihatanku bermasalah atau cuma halusinasi? Itulah yang ada dibenakku kala itu. Setelah mendengar dan melihat untuk kedua kalinya, aku hanya menganggap itu gurauan.
Tapi temanmu tak kehilangan akal, ketika aku tak lagi mempedulikan bisikan yang entah bisa dibilang bisikan atau bukan. Secara estafet beberapa orang diminta mengatakan kata yang sama padaku. “Gilang kata Y, si X suka sama kamu!” Dan itu berulang hingga pelajaran Biologi berakhir. Sementara kamu, kamu tak menyangkal, tapi tak mengatakan apa pun padaku. Dan inilah yang kutanyakan padamu dalam hati sehingga aku tak mendapatkan jawabannya. “Benarkah itu? Benarkah kamu menyukaiku?”
Yang kusesali adalah, ketika aku mengusirmu pergi dari kursi paling belakang di lab Biologi karena salah satu temanku ingin duduk tapi tak ada lagi kursi kosong. Ya, kamu tepat duduk di belakangku saat itu, saat tes tari pelajaran kesenian diadakan di lab Biologi.
Sejak saat itu kamu yang mulanya mulai ramah padaku kembali berubah seperti dulu. Bahkan kamu sempat menolak untuk mengiringi kelompokku bernyanyi. Andai Ku Tahu dari Band Ungu, menjadi lagu yang paling indah dalam hidupku karena bernyanyi diiringi oleh kamu yang setengah kurang rela. Dan andai ku tahu saat itu perasaanku padamu tak bertepuk sebelah tangan, mungkin kamu yang jadi cinta sekaligus pacar pertamaku.
Tapi itu sudah berlalu, jadi biarlah, biarlah kamu yang jadi cinta monyet, cinta pertamaku, cinta tak termiliki dan kalimat temanmu itu tetap menjadi pertanyaan tanpa jawaban.