PING! A MESSAGE FROM BORNEO

By Gemaulani

PING A Message from Borneo

Judul : PING! A Message from Borneo
Penulis : Riawani Elyta & Shabrina W.S.
Penyunting : Dila Maretihaq Sari
Perancang sampul : Fahmi Ilmansyah
Ilustrasi sampul & isi : Itsna Hidayatun
Pemeriksa aksara : Intan & Nunung
Penata aksara : Gabriel
Penerbit : Bentang Belia
Jumlah halaman : x 142 hlm; 19 cm
Tahun terbit : Maret 2012, cetakan pertama
ISBN : 978-602-9397-17-8

Blurb :

Molly, gadis penyayang binatang tingkat akut. Ia nekat mengiyakan ajakan Nick, teman bule-nya, untuk ikut meneliti orang utan di hutan Kalimantan. Tanpa pikir panjang, Molly terbang menyusul Nick demi menemui langsung binatang yang hampir punah itu. Hitung-hitung sekalian liburan.

Di sela petualangannya, Molly bertemu dengan Archi, sahabatnya waktu SMA. Archi kini berbeda. Selain makin ganteng, ia juga menentang keras kegemaran Molly pada keselamatan satwa. Putra tunggal pengusaha sawit terkenal itu juga bersikap enggak ramah pada Nick. Liburan yang seharusnya asyik pun dirusak oleh pertengkaran.

Mungkinkah sikap Archi ini karena cemburu pada Nick? Atau ada hubungannya dengan bisnis sawit ayahnya?

Riawani Elyta dan Shabrina W.S. menulis buku ini tanpa tatap muka langsung. Bahkan mereka belum pernah satu kali pun bertemu sebelumnya. Sahabat yang bertemu di dunia maya ini punya pesan khusus buat kamu, para remaja. Simak kolaborasi novel dan fabel mereka, ya!


***

Terdiri dari limabelas bab, termasuk prolog dan epilog. Sudut pandangnya orang pertama tapi saling silang antara Ping dan Molly. Pada bagian prolog berjudul Ping : Sketsa Luka menceritakan kehidupannya yang kelam di mana setiap kali ia mengenang masa-masa itu seketika itu juga mengigil. Bayangan teman-temannya yang bergetar, mengerang dan merintih kemudian ambruk bersama mulut berselaput muntahan busa. Kemudian api yang melahap semak-semak dengan cepat menjadikan sebagian hutan berubah menjadi terang. Dan Ping menamai jejak-jejak itu : luka.

“Kita memang tidak tinggal di masa lalu, tapi ada harta terindah yang kita bawa dari sana, yang bisa kita ceritakan berulang-ulang sepanjang ruas jalan kita.” Hal 1 

Pagi itu Molly mendapatkan telpon dari Nicholas aka Nick, teman bule-nya yang sejak awal tahun sudah datang ke Indonesia, meneliti kehidupan satwa langka untuk penyusunan skripsinya. Nick mengajaknya untuk ikut ke Borneo Orang Utan Survival di Kalimantan. Nick juga bilang kalau Andrea aka Andy ikut dengannya. Tanpa perlu banyak berpikir, Molly pun menerima ajakan itu dengan gembira.

Molly menerima balasan pesan via facebook dari Archie, sahabat kentalnya waktu SMA. Archie melanjutkan kuliah di kampung halamannya, Kalimantan. Archie merupakan anak tunggal dari pengusaha sawit yang terkenal. Archie berjanji akan menjemput Molly di bandara. Di sepanjang perjalanan mereka berbincang bahkan mengenang kembali masa lalu mereka.

Ping naik ke punggung ibunya agar mereka bisa segera menempati sarang yang baru. Ketika ibunya baru saja memanjat pohon tiba-tiba terdengar bunyi tembakan beruntun, yang menyebabkan tubuh ibunya meluncur cepat dan ambruk dengan kaki berlumur darah sementara Ping terlepas dari gendongan. Lalu ia mendengar teriakan suka cita. Susah payah ia menyatukan kedua tangannya  dan mengigit tubuh ibunya kuat-kuat kemudian bersembunyi. Dan saat itu sebuah tangan kecil menarik dan menyeretnya kuat-kuat. Ping yang kebingungan membiarkan tubuhnya terseret-seret hingga pelarian mereka berakhir dibalik rimbun semak belukar. Menyaksikan manusia-manusia yang bersorak-sorai sambil menyeret paksa tubuh ibunya. Ping hendak melompat tapi jari-jari kecil milik anak orang utan (Jong) itu memegangnya erat-erat. Lalu, sebuah bayang besar menghampiri mereka. Induk orang utan itulah yang kemudian Ping panggil sebagai Ibu.

Molly bertemu Nick dan Andy. Andy terus menerus membahas tentang Archie yang mungkin cemburu kepada Nick. Nick yang mendengar namanya disebut pun akhirnya angkat bicara.

“Justru hal-hal yang kontradiktif membuat sepasang manusia akan belajar untuk saling melengkapi dan mengerti. Sebaliknya, punya seseorang yang setipe dan seide denganmu hanya akan bikin hidup terasa monoton dan menjemukkan.” Nick – hal 35.



Mereka bertemu pak Agung dan pak Syafwan (orang-orang dari BOS) dan diajak menuju kantor. Kantor yang jauh dari kesan kantor, apalagi di belakangnya ada kolam renang berukuran cukup luas. Kolam yang digunakan untuk menampung air, jaga-jaga jika ada kebakaran hutan.

Ping melewati banyak hari bersama Ibu dan Jong. Mereka mengingat baik-baik apa yang diajarkan Ibu. Dari mulai membedakan makanan yang bisa mereka makan sampai membuat sarang. Hingga pagi itu mereka mendengar lolongan orang utan beberapa kali dan mendatangi sumber suara. Ibu berpesan untuk menunggu. Tapi lolongan suara anjing membuat Ping berlari dan berusaha menjauh. Saat suara anjing itu tak terdengar, Ping baru menyadari jika Jong tidak bersamanya. Hingga suara anjing terdengar lagi diikuti bunyi dor yang memisahkan ia dengan ibunya. Ia kebingungan, berharap Ibu dan Jong segera muncul di hadapannya. Tapi mereka tak pernah datang.

Mereka menuju lokasi hutan konservasi yang benar-benar indah. Ada gudang buah di dalamnya. Molly baru saja mendekat ke arah Momong, samar-samar ia menangkap suara seperti teriakan yang lirih dan panjang. Suara itu milik anak orang utan bernama Karro. Sorot mata Karro seakan mengajakmu pergi ke sebuah lembah yang sunyi, gersang dan hanya menghamparkan noktah-noktah kesedihan. Beberapa bulan lalu hutan tempat tinggal Karro dibakar untuk pembukaan lahan sawit, banyak orang utan yang mati. Dan Molly tertarik untuk mencari informasi lebih banyak lagi tentang peristiwa pemusnahan hutan juga Karro.

Ping terus berjalan dan mencari keberadaan Ibu dan Jong. Langkahnya terhenti ketika melihat seekor orang utan tertidur di atas semak dalam posisi tertelungkup. Ia memberanikan diri untuk membalikkan tubuh orang utan itu. Itu adalah Ibu yang di carinya. Mulutnya terbuka, ada bekas lelehan air di pipinya. Di sampingnya tergeletak kulit pisang. Ping memeluk tubuhnya yang terasa kaku dan dingin. Berharap ibu bangun dan menghapus air matanya. Kembali mengatakan padanya bahwa ia tak perlu bersedih karena ada ibu. Namun ibu benar-benar tak bernapas lagi. Hingga sebuah jaring besar jatuh menimpa Ping, tubuhnya terkurung. Ia melihat beberapa manusia membuat lubang, mereka memasukkan ibu ke dalam lubang itu dengan kaki dan menimbunnya. Mereka berbincang tentang pisang yang ternyata mengandung racun. Mereka mengeluarkan Ping dari jaring, kemudian mengikat kedua kakinya dengan rantai dan dimasukkan ke dalam kotak yang sangat sempit.

Molly mimpi buruk. Ia sedang berjalan di tengah hutan yang awalnya sejuk kemudian terbakar. Penghuni hutan berlarian dengan panik. Kobaran api mengejar mereka dan memanggang mereka hidup-hidup. Ia terbangun dan segera menghampiri Nick dan Andy yang sudah duduk manis di ruang makan. Mereka berbincang, hingga Andy menyatakan keinginannya untuk menjadi orangtua asuh orang utan. Suara ketukan di pintu depan sejenak mendistorsi pembicaraan mereka. Nick yang bergegas membukakan pintu, tak lama kemudian ia memanggil Molly. Archie datang, dan mereka bertengkar. Archie tidak menyukai minat Molly terhadap orang utan dan menolak ajakannya untuk jalan-jalan. Archie pun menyatakan perasaannya pada Molly.

“Jangan pernah menyakiti orang lain kalau kau juga tak ingin tersakiti. Dan, siapa yang menyakitimu, bisa jadi orang yang sama sekali tak pernah kau duga. Sebuah peristiwa yang kau harapkan akan berjalan lancar dan berhasil baik, nyatanya tak semulus yang kau inginkan.” Memonya Papa Molly – Hal 90.



Ping dikeluarkan dari dalam kotak. Ia diperiksa dokter dan diberikan susu menggunakan dot. Mereka menamainya Karro. Ia bertemu si mata bening yang menyemangatinya. Sepanjang hari ia membuat Ping merasa merindukan kembali hal-hal yang pernah dilakukan bersama ibu dan Jong. Dan ketika matahari tepat di atas kepala, perlahan ia merengangkan tubuhnya. Ping melihat ia berjalan semakin jauh. Ping kembali meringkuk dan selalu berharap ia akan kembali datang. 

Molly pulang dan meneruskan tulisan fabelnya tentang orang utan. Sementara Karro selalu merindukan kembali kehadirannya.

Lalu, apakah tulisan Molly akan selesai dan terbit? Akankah Karro alias Ping sembuh dari lukanya dan kembali ke hutan liar tempat tinggalnya? Bagaimana dengan Nick dan Andy? Apa Andy berhasil jadi orangtua asuh anak orang utan? Bagaimana dengan Archie? Baca aja sendiri ya.

***

Gara-gara dapet buku “I Will Survive,” dan meresensinya di blog. Aku dapet bonus hadiah buku ini dari kak Riawani Elyta. Jangan ditanya rasanya kayak apa, karena rasanya seneng pake banget. Apalagi ini buku duetnya kak Riawani Elyta dan kak Shabrina W.S yang menyabet Juara I Lomba Novel 30 Hari 30 Buku Bentang Belia tahun 2012. Kerennya lagi mereka duet dari jarak jauh. Campuran antara novel dan fabel dengan 139 halaman ini membekas di hati. Novel yang mengangkat isu lingkungan hidup dan penuh pembelajaran. Sampai sekarang pembakaran hutan masih berlangsung kan. Tahun kemarin aja kabut asap dari kebakaran hutan ramai jadi pemberitaan.

Nggak cuma isu lingkungan hidup aja, sisi cerita remajanya juga diceritakan dalam porsi yang pas. Seperti konflik Molly dengan Archie, dan konflik Molly dengan Mamanya yang menentang keinginan Molly menjadi penulis. 

Novel ini aku baca dalam waktu kurang lebih satu jam. Tiap baca babnya Ping cerita, rasanya hati kek lagi diiris tipis-tipis. Sakit. Kebayang gimana sedih, ketakutan, nyesek dan sakit hatinya Ping yang mengalami kehilangan berkali-kali. Berusaha bangkit dan menjalani hidup yang nggak lagi sama. Dan akhirnya aku nangis. Kalau aku nangis berarti penulisnya berhasil menyeret aku masuk ke dalam ceritanya.

Aku sebenernya kurang puas sama endingnya. Kenapa? Karena Molly nggak nemuin Karro lagi. Padahal Karro selalu nungguin dia balik lagi. Tapi aku tetep suka, karena Archie nggak menyebalkan kayak waktu dia bertengkar sama Molly.

Oh iya, cuma satu yang aku bingungin. Penulisan namanya Archi(e) kok beda ya antara cover belakang sama dalemnya? Hehe.

Tinggalkan komentar