Saat Cinta Lupa Pulang

By Gemaulani

          Oleh : Ge Maulani
 
        Seperti biasanya, naskah cerpen gue gak lolos seleksi dan itu udah biasa banget buat gue, biasa gak lolos hehehe. Tak apalah gue menulis karena sekedar menyalurkan hobi dan kegalauan gue aja kok. Sekalian sambil ngisi waktu senggang. Dan sudah dua minggu ini gue lagi sibuk sama kehidupan di dunia nyata. Mencari rupiah yang terasa sekali susahnya. Tapi setidaknya gue bisa move on dari yang namanya source code dan segala sesuatu yang berkaitan sama jurusan yang gue ambil saat kuliah dulu. Eh kok jadi curhat gini ya? hahaha. Baiklah sekarang gue akan mempersembahkan sebuah cerpen tentang cinta-cintaan dan galau-galauan. Mohon maaf jika ada nama, tempat atau kejadian yang sama karena ini murni hasil pemikiran gue. Jika ada yang ingin berkomentar gue persilahkan dengan senang hati.
Hari bahagia itu akan
segera tiba. Dua hari lagi kehidupannya akan kembali berputar bahkan terus
berputar bersama Almond. Cincin berwarna perak dengan ukiran nama Almond telah
melingkar dijari manisnya sejak dua bulan lalu. Dia tak ingin menunda-nunda
lagi seperti tiga tahun lalu. Dia tak ingin kehilangan lagi, menunggu lagi, dan
membiarkan separuh jiwanya kembali pergi. Semua persiapan untuk acara resepsi
pernikahan telah selesai dibuat. Tak kurang dari dua ribu undangan telah
disebar seminggu yang lalu. Kini, dia tak perlu lagi bermimpi untuk menjadi
seorang pengantin. Semuanya akan segera terwujud. Gaun yang telah dirancangnya
sendiri tiga tahun lalu akan menjadi saksi cinta mereka yang abadi.
            “Non,
ada yang nyariin di depan,” wajah mbok Sri nampak menengang.
            Chacha
tersenyum manis “Pasti Almond ya, mbok? Dia nggak sabaran banget sih … padahal
kan kita lagi dipingit1
         Mbok
Sri hanya terdiam dengan mata yang mulai berembun, wanita paruh baya itu
membiarkan Chacha untuk menemui tamunya. Tamu yang akan membuat mata sipitnya membulat,
jantungnya berdebar, bahkan seluruh tubuhnya akan bergetar. Tamu yang mungkin
menghancurkan kembali hatinya bahkan semuanya.
            “Hai,
Al!”
            Senyuman
yang menghiasi bibirnya berangsur memudar bahkan menghilang dalam sekejap.
Sosok laki-laki yang berada dihadapannya bukan Almond, dia bukan Almond.
Dadanya kembali terasa sesak, seluruh oksigen seakan menghilang dari hidupnya.
Luka yang selama ini berusaha disembuhkannya kembali muncul ke permukaan,
bahkan luka itu semakin menganga.
            “Al
…?” keningnya berkerut, dia merasa terganggu dengan panggilan Chacha satu menit
yang lalu.
            Mata
sipitnya kembali berembun. Gadis dewasa berusia 28 tahun itu, kini berada di
dalam kebimbangan. Membiarkan lelaki itu memeluknya begitu saja. Chacha tak
pernah menduga bahwa dia akan kembali, kembali mengusik kehidupannya. Lelaki
yang membuat dunianya berhenti berputar sejak tiga tahun lalu.
———————————-
1   Larangan keluar rumah dan bertemu dengan
calon mempelai di saat-saat tertentu
   
untuk calon pengantin dalam adat sunda. 
***
          Tiga tahun yang lalu, mereka kembali bertemu di tempat
itu, sebuah restoran dengan arsitektur khas Eropa yang berada di jalan Braga.
Tempat pertama kali Bayu mengutarakan seluruh isi hatinya kepada Chacha. Hari
ini usianya genap dua puluh lima tahun. Dia merayakannya bersama Bayu dengan
tema candle light dinner. Bayu tampak
gagah dengan seragam dinas polisi yang masih dikenakannya. Dengan seikat bunga
serta kotak kecil ditangannya, Bayu menghampiri Chacha yang terlihat anggun
mengenakan gaun berwarna putih
hasil rancangannya sendiri.
            “Selamat ulang tahun fashion designer-ku yang cantik,” Bayu
menyerahkan bunga mawar putih itu kepada Chacha.
            “Makasih pak polisi.”
     Bayu menyalakan lilin dengan angka
25 itu untuk Chacha. Sedetik kemudian Chacha memejamkan matanya dan mengucap
do’a serta harapannya. “Semoga setelah
aku meniup lilin ini, Bayu akan melamarku,”
ucapnya dalam hati. Lima detik
kemudian, lilin itu mati.
            “Kamu minta apa barusan?”
            “Aku minta supaya kamu melamar aku
sekarang …,” Chacha tersenyum, matanya berbinar penuh kebahagiaan “… Bay,
Umurku udah dua lima, aku ini anak tunggal dan orangtuaku memintaku untuk
segera menikah.”
            Bayu terdiam, tak sepatah kata pun
keluar dari mulutnya.
            “Bay …,” Chacha memanggilnya,
lembut.
         “Maafkan aku Cha, aku belum siap,
aku masih ingin mengejar mimpiku, karirku masih panjang, begitupun kamu. Lagi
pula aku masih terikat perjanjian dinas, aku akan terus berpindah-pindah tugas
dari satu kota ke kota lainnya dalam tiga tahun ke depan …,” Bayu menghela
nafas sejenak. Dia menatap mata Chacha yang mulai berembun.
         “Kalau kita menikah, aku mau kok
ikut kamu pindah kemanapun itu, asalkan aku sama kamu.”
        “… Cha, sekali lagi maaf, aku belum
siap. Sepertinya kita butuh rehat dulu deh dari hubungan ini. Mungkin kita
sama-sama jenuh dan perlu introspeksi diri kita masing-masing, dan lebih
memahami satu sama lain.”
            “Maksud kamu kita putus?” suara
Chacha terdengar putus asa.
            “Bukan putus, Cha … kita cuma butuh
waktu untuk jalan sendiri-sendiri.”
           “Berapa lama aku harus nunggu lagi,
Bay? Kita pacaran udah sembilan tahun, dan kamu masih bilang kita butuh waktu
untuk saling mengenal satu sama lain?”
           “Besok aku berangkat ke Kalimantan,
setahun lagi aku akan kembali ke Bandung dan menemui kamu di sini,” Bayu
mengecup kening Chacha dengan lembut.
            Satu persatu airmatanya mulai
menetes. Hatinya teriris sakit. Bayu telah menghilang dari pandangannya,
meninggalkannya dalam genangan airmata. Separuh jiwanya telah pergi, harapannya
untuk menikah kini terkubur dalam-dalam. Sembilan tahun mereka bersama, namun
Bayu masih belum yakin dengan cinta mereka.
***
            Menunggu, menunggu dan menunggu,
itulah hal yang bisa dilakukannya selama dua tahun ini.  Tanpa tahu kapan dia kembali, Bayu tak pernah
memberinya kabar apapun bahkan tak menepati janjinya. Sejak Bayu pergi,
hidupnya berantakan, karirnya tertahan dan dunianya seolah terhenti tanpa ada
perubahan sedikit pun. Chacha menatap dirinya di cermin, wajahnya semakin menua
dan tubuhnya semakin kurus. Gaun berwarna
hitam itu terlihat kebesaran ditubuhnya.
            “Selamat menempuh hidup baru ya,
Win. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah,” Chacha memeluk
sahabatnya itu dengan penuh haru. Untuk ke empat kalinya dia mengucapkan
selamat menempuh hidup baru kepada sahabatnya.
            Keempat sahabatnya kini sudah menikah.
Nadya menikah tiga tahun lalu dan memiliki seorang putri cantik bernama Marsha.
Chika menikah dua tahun lalu, disusul Dina setahun kemudian dan kini Wina yang menggelar
resepsi pernikahan mewah di hotel Aston, Braga Bandung. Dari kejauhan Chacha
menatap sahabatnya itu di pelaminan. Wina sangat berbahagia hari ini. Sementara
dia, dia masih menunggu cintanya untuk pulang.
            “Cha, kamu masih kenal sama cowok
tengil ini nggak?” Chika menepuk pundak Chacha dan memaksanya untuk berbalik.
            “Al … mond?”
            Almond tersenyum, delapan tahun dia
mencoba menghindar darinya, tapi kini dia tak bisa menghindar lagi dari Chacha.
Almond adalah sahabatnya sejak kecil. Mereka terpisah saat Almond meneruskan
kuliahnya di Yogyakarta.
            “Bayu, mana?” pertanyaan itu keluar
begitu saja dari mulut Almond.
            Chacha tersenyum samar “Dia tugas di
Kalimantan”
            “Aku tinggal dulu ya, suamiku
nyariin tuh,” Chika sengaja meninggalkan mereka berdua. Chika ingin Chacha
tersenyum lagi bersama Almond. Chika menginginkan Chacha untuk melupakan Bayu.
            “Mau sampai kapan kamu nunggu,
Bayu?”
            “Sampai kapanpun itu, aku akan tetap
menunggu dia kembali.”
            “Kalau dia nggak akan kembali buat
kamu?”
            “Bayu pasti kembali, dia pasti
menepati janjinya … karena cinta tahu kemana dia harus pulang.”
            Almond tersenyum, pahit. Sejak SMA
Almond telah menyayangi Chacha lebih dari seorang sahabat. Dan di saat itu pula
Bayu datang dan membawa Chacha untuk menjauh darinya. Parahnya lagi,
perasaannya itu tak pernah berubah sedikit pun sampai saat ini.
***
            Enam bulan telah berlalu sejak
Almond kembali ke dalam kehidupannya. Harinya kembali ceria, dunianya mulai
berputar lagi meskipun tak sekencang dulu. Almond yang berprofesi sebagai seorang
dokter selalu meluangkan waktu senggangnya untuk menjadi model pakaian
pengantin pria yang dirancang oleh Chacha.
            “Makasih ya Al, kamu sangat, sangat,
sangat membantu pekerjaan aku.”
            “Apa sih yang ngga buat kamu …,”
Almond menatap Chacha yang terlihat mulai gusar “ … sahabatku.”
            Chacha tertawa kecil “Gombal!”
            “Tapi, boleh dong nanti kalau aku
nikah, kamu yang desain baju pegantinnya?” Almond kembali menggoda Chacha.
            “Boleh, aku diskon deh lima puluh
persen, khusus sahabat terbaikku.”
            “Kok nggak gratis sih? Kan aku
nikahnya sama perancangnya.”
            Chacha terdiam, hatinya kembali
terusik. Bagaimana bisa dia menikah dengan Almond jika dia masih memikirkan
Bayu.
            “Sebaiknya kamu pulang, Al”
            “Kenapa Cha? Kenapa kamu nggak
pernah mau ngebuka hati kamu untuk aku?”
            “Dari dulu aku cuma nganggep kamu
sebagai sahabat Al, nggak lebih!”
            Almond mengangguk-nganggukkan
kepalanya. “Ok, aku tahu, aku sadar, aku nggak bisa membahagiakan kamu seperti
Bayu membahagiakan kamu! Tapi satu hal, Cha … aku akan selalu ada untuk kamu,
aku akan menunggu kamu sampai kapanpun itu, seperti halnya kamu yang menunggu
Bayu kembali.”
            “Cukup, Al! Aku nggak pernah cinta
sama kamu!”
            “Kamu bohong Cha, kalau kamu nggak
cinta sama aku, jantung kamu nggak akan berdetak lebih kencang saat berada di
dekatku.”
            “Pergi, Al!”
            “Ok, aku akan pergi, tapi kalau Bayu
nggak pernah kembali untuk kamu dan cinta kamu tersesat. Kamu boleh datangi
aku. Aku akan tunjukkan kemana seharusnya cinta kamu pulang.”
            Almond meninggalkan Chacha di tempat
kerjanya, salah satu butik yang terkenal di Dago. Membiarkan Chacha dalam
kebimbangan.
***
Enam bulan kemudian …
            Sejak hari itu, Almond benar-benar
menjauh dari kehidupannya. Rumah mereka bersebelahan, tapi mereka bersikap
seolah-olah tak saling mengenal. Hingga akhirnya membuat Chacha merasa
kehilangan dan merasa cintanya mulai tersesat. Usianya sudah 28 tahun dan Bayu
belum menepati janjinya. Membuat penantian panjangnya terasa sia-sia.
            “Cha, kamu kenapa?” Wina terlihat
khawatir dengan sikap Chacha hari ini. Sejak tadi pagi dia hanya berdiri di
depan boneka manikin berbalut gaun pengantin pesanan salah satu klien mereka.
            “Win, menurut kamu, mana yang harus
aku pilih, Almond atau Bayu?”
            Wina tersenyum menatap sahabatnya
itu “Cha, jawabannya ada di hati kamu, gunakan hati kamu untuk memilih, jangan
kepala kamu.”
            “Kamu harus memilih Cha, sebelum
kamu kehilangan Almond, atau bahkan keduanya,” sambung Chika.
            Entah mengapa kedua kakinya
tiba-tiba saja ingin berlari. Berlari ke tempat Almond berada. Chacha menerobos
hujan yang masih setia membasahi bumi sejak tadi sore. Dengan pakaian yang
basah kuyup serta kakinya yang lecet karna berlari menggunakan sepatu high heels, dia tiba di depan rumah
Almond.
            “Al, ada Chacha tuh di depan … dia
hujan-hujanan loh, mama tanya dia cuma ngucapin nama kamu, mama ajak masuk juga
dia nggak mau.”
            “Mama serius?” Almond mendekati
mamanya yang berdiri di dekat pintu kamarnya.
            “Iya Al, mama serius!”
            Dengan tergesa-gesa, Almond menuruni
anak tangga itu. Dia membuka pintu dan membawa sebuah payung ditangannya.
Beberapa detik kemudian, wajah Chacha sudah terbenam di dalam pelukan Almond.
            “Jangan pernah tinggalin aku lagi,
Al … aku sayang sama kamu,” ucap Chacha terbata-bata.
            Almond mengelus rambut Chacha dengan
lembut “Aku nggak bakalan ninggalin kamu Cha, aku akan selalu ada untuk kamu.”
            Dua minggu kemudian mereka
memutuskan untuk bertunangan dan mulai mempersiapkan rencana pernikahan mereka.
Kini dunia Chacha kembali berputar dengan cepat.
***
            Lima belas menit telah berlalu,
namun mereka masih diam membisu. Mereka duduk berhadapan dengan meja kaca
sebagai pembatasnya.
            “Apa kabar, Cha?” suara Bayu memecah
keheningan di antara mereka.
            “Tadinya sih baik, tapi semuanya
berubah saat kamu datang.”
            “Aku minta maaf, Cha.”
            “Maaf? Kamu cuma bilang maaf?
Setelah tiga tahun kamu ninggalin aku, janji sama aku dan nyuruh aku nunggu
tanpa kabar apapun dari kamu!”
            “Asal kamu tahu Bay, setelah kamu
pergi hidupku berantakan. Hidupku nggak terarah, karirku tertahan karena
duniaku berhenti berputar setelah kamu pergi. Dan sekarang setelah duniaku
kembali berputar, kamu datang lagi menemuiku, untuk apa, Bay? Untuk ninggalin
aku lagi?”
            “Aku kembali karena aku sayang sama
kamu, Cha. Cintaku memilih untuk kembali pulang ke hatimu, Cha.”
            “Kamu egois tahu, Bay!”
            Chacha mengeluarkan ponselnya dan
menghubungi Almond. Dia meminta Almond untuk datang ke rumahnya. Beberapa menit
kemudian Almond tiba. Dia menyapanya dengan sebuah senyuman dibibirnya.
Senyuman yang memudar secara perlahan saat melihat Chacha berlinang airmata.
            “Cha, kamu kenapa?” sedetik kemudian
Almond melihat seseorang yang tengah berhadapan dengan Chacha.
            “Hei, Bay …,” Almond tersenyum,
kaku.
           “Aku tunggu di luar aja ya, Cha?”
Almond kembali meninggalkan mereka di dalam kesunyian. Tanpa mengkhawatirkan
kejadian buruk yang mungkin terjadi.
            “Cha, aku mohon … Maafkan aku, beri
aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.”
            Airmatanya kembali menetes. Chacha
beranjak meninggalkan Bayu dan menemui Almond dengan kepala tertunduk dan kedua
tangannya meremas ujung kaus bergambar hello kitty itu. Almond mengangkat dagu
Chacha dengan lembut. Meminta Chacha untuk menatap matanya. Almond tersenyum
dan menghapus butiran airmata. Sedetik kemudian kedua tangannya sudah mendarat
di pundak Chacha.
            “Kamu lucu kalau lagi nangis,
matanya tambah merem terus idungnya merah kayak badut,” Almond mencubit hidung
Chacha.
            “Apa yang harus aku lakuin, Al?”
            Almond kembali tersenyum “Jawabannya
ada sama kamu, ada di hati kamu.”
            “Al, aku …,” ucapan Chacha terhenti
saat Almond menempelkan telunjuknya dibibir Chacha.
       “Aku udah pernah bilang kan Cha …
Kalau suatu hari nanti dia pulang dan kamu masih mencintainya, aku nggak papa.
Aku bahagia jika orang yang aku cintai bahagia bersama orang yang dicintainya.”
     “Aku pulang ya …,” Almond mengecup
kening Chacha dengan lembut kemudian meninggalkannya. Membuat Chacha semakin
bimbang untuk membuat keputusan yang benar. Bayu memang masih ada di hati dan
pikirannya. Namun, Chacha tak yakin jika dia masih mencintai Bayu.
***
       Akhirnya hari itu benar-benar tiba.
Chacha terlihat cantik dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Wajahnya
berbinar penuh kebahagiaan. Kini orang yang dicintainya akan selalu ada di
sampingnya. Menemaninya sepanjang waktu dan tak akan membuat dunianya berhenti
berputar lagi. Bersamanya, Chacha akan memulai semuanya dari awal. Meskipun
Chacha harus mengecewakan salah satu di antara kedua pria tampan itu. Tapi
Chacha yakin, hatinya tak mungkin salah dalam mengambil sebuah keputusan.
            “Selamat ya, Cha …”
            “Makasih Bay … dan …”
          “Maafin aku ya, Bay, aku nggak bisa
sama kamu lagi, semoga kamu menemukan orang yang tepat.”
           “Iya, Cha … aku tahu kok, aku yang
salah, aku yang bodoh udah ninggalin kamu gitu aja tanpa sebuah kepastian,”
Mereka tersenyum, Bayu merelakan Chacha untuk Almond.
         Akhirnya Chacha memilih Almond
sebagai pendamping hidupnya. Di saat separuh jiwanya pergi dan lupa kemana
cintanya harus pulang … Chacha menemukan separuh jiwa yang baru dan selalu
ingat untuk pulang. Cinta itu milik Almond. Dan Chacha tak akan melepaskan
cinta itu hanya untuk cinta di masa lalunya. Cinta yang membuat menunggu di
dalam keputus asaan dan membuat dunianya sempat berhenti berputar.

 

Tinggalkan komentar