Aku tengah menatap layar ponselku saat tiba-tiba elf yang kutumpangi ngerem mendadak. Aku yang saat itu tidak berpegangan dan hanya memegangi tas dengan tangan kiriku pun akhirnya terlempar ke depan pintu. Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Hanya kaget dan berusaha meraih tasku yang diambang pintu. Belum sempat terambil, elfnya sudah keburu melaju kembali. Tasku pun akhirnya terjatuh keluar dari elf. Berguling kemudian masuk ke kolong mobil yang melintas. Tergusur, masuk lagi ke kolong mobil lainnya.
Ku hanya bisa menatap tasku dengan nestapa. Berharap ia beserta isinya baik-baik saja. Tidak bisa berbuat apa-apa karena elfnya masih melaju. Untunglah beberapa penumpang berteriak meminta elfnya berhenti. Ya gimana, supirnya tak sadar kalau ada tas yang jatuh. Setelah elfnya berhenti akupun turun, belari-lari kecil menuju ke tempat di mana tasku berada. Teronggok di tengah jalan. Sungguh memilukan. Akupun dibantu oleh beberapa orang akang-akang yang ada di sana untuk mengambil tasku. Ada yang memberhentikan mobil yang tengah melaju, ada yang mengambilkan tasku. Ternyata orang-orang baik itu masih banyak ya.
Tasku ternyata robek di bagian saku kanannya dan juga bagian belakang, tepat di ujung kanan bawah juga. Benda-benda di dalamnya. Berkas salinan lamaran kerjaku jadi lusuh beserta amplopnya. Pulpen kehilangan kepalanya. Plastik yang membungkus skincare robek. Untunglah kartu-kartu, powerbank, skincare, botol tupperware dan payung baik-baik saja. Tak terbayang jika KTP dan kawan-kawannya patah atau bahkan remuk. Ku harus membuatnya ulang.
Ternyata kejadian yang lumayan mengancam nyawa belum berakhir. Sorenya, sebelum maghrib, aku baru saja turun dari angkot bersama ibu-ibu. Yang entah ibunya siapa. Beliau mengajak menyeberang bersama. Akupun memilih posisi di sebelah kanan ibunya dan kumemegangi tangan kanan ibunya dengan tangan kiriku. Sementara tangan kanan memberi tanda kepada kendaraan-kendaraan untuk berhenti karena kami mau lewat. Permisiii!
Saat sedang menyeberang kau tahu, tiba-tiba ada motor-motor dan satu mobil yang melaju kencang padahal tanganku masih memberikan tanda. Ibu yang kupegangi udah panik lho, udah istighfar gitu. Sementara aku masih memandangi sepeda motor dan mobilnya yang semakin dekat sambil terus berjalan menuju ke pertengahan antara jalan arah ke Garut dan ke Bandung. Ya gimana, mau mundur malah lebih bahaya. Lari juga sama. Apalagi ku nyeberangnya tak sendiri. Ya udah aku mah pasrah. Kalau emang itu mobil sama motornya tak mau ngerem, paling sialnya aku yang ketabrak duluan ya kan. Kan kuanggap itu sebagai takdir. Lagipula ini bukan kali pertamanya kumengalami begini. Maka dari itu ku tidak kaget. Cuma heran aja kenapa sih pengendara mobil dan motor itu suka ada yang egois sama pejalan kaki atau penyebrang. Apakah penglihatannya rabun jauh hingga tak bisa melihat ada yang sedang menyeberang. Terutama pengendara sepeda motor sih. Pengingat juga nih buat aku yang baru belajar mengendarai sepeda motor, nanti jangan egois ya kalau di jalan!
Itu motor ada dua yang tiba-tiba melaju kencang. Yang satu menghindar ke belakang tubuh kita, yang satu akhirnya ngerem beserta itu mobil mewah. Aku juga bodo amat lha mereka mau maki-maki sumpah serapah juga. Toh yang ngebut tiba-tiba mereka. Kita udah memberikan tangan sebagai tanda, dan beberapa kendaraan di sebelah mereka juga udah memelan. Jadi saat mereka hampir berhenti depan hidung banget, aku cepat-cepat menuntun ibu yang kupegang tangannya sejak tadi untuk segera ke batas pertengahan jalan. Kemudian menyeberang sekali lagi. Selesai. Terima kasih Tuhan, aku masih hidup hari ini. Padahal kadang lelah juga sama kehidupan ini dan terpikir untuk mengakhiri hidup karena berasa enggak ada gunanya.
Tertanda dari aku yang masih bernyawa dan bernapas hingga detik ini dan ingin bilang begini :
Dear pengendara mobil ataupun motor. Jalanan di Nagreg sampai Cileunyi itu emang paling enak buat ngebut. Terutama jalanan Nagreg yang banyak tikungan, tanjakan, dan turunan. Tapi tolonglah, kalau sekiranya kendaraan di depan memelan atau bahkan berhenti, coba jangan ngebut dulu. Karena biasanya kalau memelan atau berhenti itu untuk mempersilakan kami yang pejalan kaki untuk menyebrang dengan aman. Kami juga tak punya pilihan lain untuk menyeberang. Kalau ada pilihan jembatan penyeberangan ataupun lampu merah untuk pejalan kaki, tentu ku akan lebih memilih dua pilihan itu daripada menyebrang tanpa pengaman.
Jangan bilang kalian menyuruh kami menyeberang hingga kondisinya lengang. Atuh plislah, jalanan Nagreg ditunggu sampai lengang mah tak tahu sampai rumahnya kapan. Mungkin tengah malam. Mungkin dini hari. Aku juga sebenarnya malas untuk menyebrang, apalagi harus berhenti dulu di pertengahan jalan yang tempat berdirinya sempit. Kalau kendaraan yang melaju terlalu pinggir juga ya jadinya bisa selesai juga alias tak lagi bernyawa atau minimal masuk rumah sakit. Aku bahkan pernah tuh lagi nyebrang terus dada dipegang sekilas gitu sama pengemudi truk. Trauma banget rasanya dan ingin ku berkata-kata kasar tapi yang ada malah lemes dan nangis. Jadi setiap menyebrang kuselalu menempatkan tas di bagian depan tubuh atau kalau bawa kresek, kreseknya aku peluk.
Tentu tak semua pengemudi truk begitu, dan tidak semua pengemudi egois. Malam kemarin saat aku pulang sekitar jam setengah sembilan malam, pengemudi truk mempersilakan aku menyebrang. Eh tahunya dari bawah ada elf sama mobil pribadi ngegas. Untung lebih dulu aku lari kepinggir daripada mereka maju.
Syukur masih selalu dilindungi yang Maha Kuasanya mba. Aku tau kondisi Nagrek , itu sbnrnya memang ngeri sih utk pejalan kaki. Jalan sempit, naik mobil aja aku males kalo hrs lwt rute itu. Mending rute lain yg lebih muter tp jalannya lebih besar deh.
Aku jg prnh dilecehin, tp Ama pengemudi motor pas sedang jalan gitu. Rasanya memang mau nangis, ngerasa kotor banget , ya ga sih :(. Itu pas di Penang kejadiannya. Ini yg kdg bikin aku males kalo hrs jalan sendiri
Iya nih mba alhamdulillah. Bener mba dilecehin itu rasanya jadi merasa diri ini kotor dan langsung speechless 🙁