Kamu pasti sudah sering mendengarnya, waktu adalah uang.
Aku setuju, karena waktu tidak bisa dibeli, apalagi waktu bersama orang-orang yang disayangi.
Aku juga setuju pada ungkapan “yang tidak akan kembali adalah waktu.”
Iya, memang benar waktu tidak akan kembali.
Berbeda dengan kamu, mungkin saat ini pergi dari dekatku, tapi esok atau lusa bisa saja kembali.
Karena seperti sepenggal lirik lagu dari Langit Sore : memahami hatimu tak akan cukup usiaku.
Lalu, apakah aku sudah menggunakan waktu sebaik-baiknya?
Belum, aku bahkan lebih banyak menyia-nyiakannya.
Hingga sewaktu-waktu ingin rasanya memutar ulang waktu, me-resetnya seperti setelan pabrik di ponsel.
Ya, bisa kembali ke waktu pertama kali aku membelinya.
Sayangnya aku tak bisa melakukannya.
Karena waktu tidak pernah bergerak mundur sekalipun jarum jam di rumah kamu putar ke belakang.
Waktu tetaplah waktu, terus berjalan walau terkadang ingin kuhentikan, ingin kubuat melambat.
Dia tetap saja bergulir, dari detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu.
Minggu ke bulan, bulan ke tahun.
Seperti tahun ini yang sangat cepat berlalu.
Hanya tersisa dua bulan saja untuk berganti tahun.
Lalu apa saja yang sudah kulakukan?
Sudahkah semua berjalan seperti rencanaku?
Entahlah, aku merasa ada banyak waktu yang terbuang.
Ada menit demi menit yang kuisi hanya dengan tangisan, kemarahan, kepedihan.
Ada rasa frustrasi dan menghakimi diri sendiri yang masih saja bergulir dari waktu ke waktu.
Ada rasa sesal di dasar hati diam tak mau pergi kalau kata lirik lagu Iwan Fals
Kalau kata Element : waktu terus berlalu, tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan.
Tapi di sisi lain aku pun sadar, aku tengah belajar : waktu ke waktu perlahan kurakit egoku seperti penggalan lirik lagu Fourtwnty.
Ya, pada akhirnya walaupun banyak sekali waktu yang terbuang, terasa melahirkan banyak kesalahan dan terasa menyakitkan …
Namun setidaknya, dari sanalah aku belajar. Belajar untuk mengelola emosi.
Belajar lebih mandiri, belajar menerima kesalahan dan kesulitan.
Belajar memahami situasi.
Belajar melepaskan.
Belajar menghadapi rasa takut.
Termasuk takut untuk pulang.
Aku cuma rindu, rindu pada waktu yang katanya bisa menyembuhkan luka.
Rindu pada hari-hari di mana tawaku tak hanya sebatas emoticon di pesan chat
Rindu pada saat-saat tak dihantui rasa takut.